[Split]Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mendapat Surat Peringatan (SP) 2 dari Ketua KPK Agus Rahardjo, 21 Maret lalu. SP 2 diterbitkan untuk Novel dalam kapasitas sebagai Ketua Wadah Pegawai (WP) setelah dia keberatan dengan keinginan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman terkait rekrutmen penyidik.
Mengutip CNNIndonesia, Aris Budiman mengirimkan nota dinas kepada pimpinan KPK yang meminta perwira tinggi dari Polri untuk dijadikan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidikan. Setidaknya, ada tiga alasan yang membuat Novel keberatan.
Pertama, meminta perwira tinggi Polri sebagai Kasatgas Penyidikan di KPK tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Kedua, Wadah Pegawai mengkhawatirkan integritas perwira yang direkrut tanpa prosedur reguler.
Ketiga, masih banyak penyidik di internal KPK yang dianggap memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi Kasatgas Penyidikan, sehingga diharapkan rekrutmen dilakukan dari internal terlebih dahulu.
Atas tindakan itu, pimpinan KPK memutuskan bahwa Novel melakukan pelanggaran sedang yaitu menghambat pelaksanaan tugas dan melakukan perbuatan yang bersifat keberpihakan. Ketentuan mengenai pelanggaran itu diatur dalam Pasal 7 huruf f dan g Peraturan Nomor 10/2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK.
Memberi hukuman kepada Novel Baswedan, berupa teguran tertulis dalam bentuk SP 2 dengan masa berlaku selama enam bulan terhitung mulai diterbitkan, demikian seperti dikutip dari surat yang diperoleh.
Saat dikonfirmasi, Novel membenarkan dirinya diberi SP 2. Namun dia mengaku tidak tahu alasan yang membuat Ketua KPK menerbitkan SP 2 tersebut.
Memang SP 2 itu ada. Tapi saya enggak mengerti terkait apa. Jadi tanyakan saja ke pimpinan, kata Novel.
Saat ditanya soal sikap Wadah Pegawai yang keberatan soal rekrutmen penyidik sebagai Kepala Satgas, Novel enggan menjawab. Enggak tahu saya. Tanya saja ke pimpinan, ujar Novel.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengaku tidak tahu ada SP 2 yang diberikan Ketua KPK untuk Novel.
Belum tahu, yang mana ya? ujar Basaria singkat.
Baca Halaman Selanjutnya : Kiprah Novel Baswedan Selama Di KPK
#split#Kiprah Novel Baswedan Selama Di KPK
Novel mulai ditugaskan sebagai penyidik KPK pada 2009, dan resmi diangkat sebagai penyidik tetap pada 2014. Pria kelahiran Semarang, 22 Juni 1977 ini merupakan salah satu penyidik terbaik yang dimiliki lembaga antirasuah.
Dalam kasus simulator SIM, Novel menjadi Kepala Satgas yang memimpin penyidikan, termasuk ikut memeriksa Djoko sebagai tersangka. Dia juga mengantar tim menggeledah Kantor Korlantas Polri di Cawang, Jakarta Timur, 31 Juli 2012.
Selain kasus simulator SIM yang menyeret jenderal bintang dua ke pusaran korupsi, Novel dikenal sebagai penyidik utama yang menangani kasus korupsi kelas kakap.
Yang paling diingat publik adalah ketika lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1998 ini menjemput bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menjadi buronan korupsi dan kabur ke Cartagena, Kolombia, 7 Agustus 2011. Novel saat itu tergabung dalam tim gabungan KPK, Kementerian Hukum dan HAM, Mabes Polri, dan International Police (Interpol).
Beberapa bulan setelahnya, Novel memimpin tim yang melacak keberadaan Nunun Nurbaeti, pengusaha yang juga istri dari mantan Wakil Kapolri saat itu, Komisaris Jenderal Adang Daradjatun.
Nunun menjadi buronan KPK pada Februari 2011 ketika menjadi tersangka pemberi suap berupa cek perjalanan ke sejumlah Anggota DPR periode 2004-2009 dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom.
Pada 8 Desember 2011, Kepolisian Thailand menginformasikan kepada KPK dan Mabes Polri bahwa mereka telah menangkap seseorang yang diduga Nunun. KPK lantas bertolak ke Thailand.
Dua hari kemudian, Kepolisian Thailand mengantarkan Nunun ke Bandara Svarnabhumi Bangkok, dan diserahkan ke KPK yang telah menunggu di pesawat Garuda Indonesia.
Satu kasus menggemparkan lainnya yang melibatkan Novel sebagai penyidik adalah jual beli perkara sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyeret sang ketua, Akil Mochtar, ke meja hijau.
Rabu malam, 2 Oktober 2013, Novel memimpin tim mendatangi Kantor MK, menggeledah sejumlah ruang, termasuk ruang kerja Akil Mochtar. Kasus jual beli perkara tersebut hingga kini masih terus bergulir, melibatkan banyak kepala daerah terpilih.
Yang terbaru, Novel ikut menangani kasus korupsi megaproyek KTP elektronik (e-KTP).[/split]
Mengutip CNNIndonesia, Aris Budiman mengirimkan nota dinas kepada pimpinan KPK yang meminta perwira tinggi dari Polri untuk dijadikan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidikan. Setidaknya, ada tiga alasan yang membuat Novel keberatan.
Pertama, meminta perwira tinggi Polri sebagai Kasatgas Penyidikan di KPK tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Kedua, Wadah Pegawai mengkhawatirkan integritas perwira yang direkrut tanpa prosedur reguler.
Ketiga, masih banyak penyidik di internal KPK yang dianggap memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi Kasatgas Penyidikan, sehingga diharapkan rekrutmen dilakukan dari internal terlebih dahulu.
Atas tindakan itu, pimpinan KPK memutuskan bahwa Novel melakukan pelanggaran sedang yaitu menghambat pelaksanaan tugas dan melakukan perbuatan yang bersifat keberpihakan. Ketentuan mengenai pelanggaran itu diatur dalam Pasal 7 huruf f dan g Peraturan Nomor 10/2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK.
Memberi hukuman kepada Novel Baswedan, berupa teguran tertulis dalam bentuk SP 2 dengan masa berlaku selama enam bulan terhitung mulai diterbitkan, demikian seperti dikutip dari surat yang diperoleh.
Saat dikonfirmasi, Novel membenarkan dirinya diberi SP 2. Namun dia mengaku tidak tahu alasan yang membuat Ketua KPK menerbitkan SP 2 tersebut.
Memang SP 2 itu ada. Tapi saya enggak mengerti terkait apa. Jadi tanyakan saja ke pimpinan, kata Novel.
Saat ditanya soal sikap Wadah Pegawai yang keberatan soal rekrutmen penyidik sebagai Kepala Satgas, Novel enggan menjawab. Enggak tahu saya. Tanya saja ke pimpinan, ujar Novel.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengaku tidak tahu ada SP 2 yang diberikan Ketua KPK untuk Novel.
Belum tahu, yang mana ya? ujar Basaria singkat.
Baca Halaman Selanjutnya : Kiprah Novel Baswedan Selama Di KPK
#split#Kiprah Novel Baswedan Selama Di KPK
Novel mulai ditugaskan sebagai penyidik KPK pada 2009, dan resmi diangkat sebagai penyidik tetap pada 2014. Pria kelahiran Semarang, 22 Juni 1977 ini merupakan salah satu penyidik terbaik yang dimiliki lembaga antirasuah.
Dalam kasus simulator SIM, Novel menjadi Kepala Satgas yang memimpin penyidikan, termasuk ikut memeriksa Djoko sebagai tersangka. Dia juga mengantar tim menggeledah Kantor Korlantas Polri di Cawang, Jakarta Timur, 31 Juli 2012.
Selain kasus simulator SIM yang menyeret jenderal bintang dua ke pusaran korupsi, Novel dikenal sebagai penyidik utama yang menangani kasus korupsi kelas kakap.
Yang paling diingat publik adalah ketika lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1998 ini menjemput bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menjadi buronan korupsi dan kabur ke Cartagena, Kolombia, 7 Agustus 2011. Novel saat itu tergabung dalam tim gabungan KPK, Kementerian Hukum dan HAM, Mabes Polri, dan International Police (Interpol).
Beberapa bulan setelahnya, Novel memimpin tim yang melacak keberadaan Nunun Nurbaeti, pengusaha yang juga istri dari mantan Wakil Kapolri saat itu, Komisaris Jenderal Adang Daradjatun.
Nunun menjadi buronan KPK pada Februari 2011 ketika menjadi tersangka pemberi suap berupa cek perjalanan ke sejumlah Anggota DPR periode 2004-2009 dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom.
Pada 8 Desember 2011, Kepolisian Thailand menginformasikan kepada KPK dan Mabes Polri bahwa mereka telah menangkap seseorang yang diduga Nunun. KPK lantas bertolak ke Thailand.
Dua hari kemudian, Kepolisian Thailand mengantarkan Nunun ke Bandara Svarnabhumi Bangkok, dan diserahkan ke KPK yang telah menunggu di pesawat Garuda Indonesia.
Satu kasus menggemparkan lainnya yang melibatkan Novel sebagai penyidik adalah jual beli perkara sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyeret sang ketua, Akil Mochtar, ke meja hijau.
Rabu malam, 2 Oktober 2013, Novel memimpin tim mendatangi Kantor MK, menggeledah sejumlah ruang, termasuk ruang kerja Akil Mochtar. Kasus jual beli perkara tersebut hingga kini masih terus bergulir, melibatkan banyak kepala daerah terpilih.
Yang terbaru, Novel ikut menangani kasus korupsi megaproyek KTP elektronik (e-KTP).[/split]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar