Pages

Rabu, 04 Juli 2018

APM Wajib Ikuti Aturan Main Pemerintah Terkait "Recall" Kendaraan

Mobil yang dipasarkan di Indonesia tidak hanya dipasok dari luar negeri, namun beberapa kendaraan memang sudah diproduksi di dalam negeri atau dikenal dengan CKD (Completely Knock Down).

Setiap mobil yang diproduksi mendapatkan serangkaian tahap uji kendaraan. Setiap tahapnya di awasi secara ketat. Namun, terkadang ada saja kendala yang didapati oleh konsumen. Biasanya kendala tersebut ditemui di salah satu komponen kendaraan yang tidak berfungsi dengan baik atau harus diganti belum pada waktunya.



Hal tersebut akhirnya membuat para produsen untuk melakukan penarikan kembali atau recall mobil tersebut. Mesti dipahami, penarikan itu bukan semata-mata gagal produksi, melainkan pergantian pada komponen tersebut.

Semua produsen wajib melakukan lakukan recall, jika indikasi tersebut ditemukan guna memberikan rasa aman saat berkendara. Tetapi, di Indonesia nama ini tidaklah populer. Antara memang semua produksi sudah bagus atau konsumen yang tidak aktif?

Belum lama ini Pemerintah melalui Kementrian Perhubungan kembali mempertegas aturan recall tersebut. Dimana hal itu dilakukan untuk memberi rasa aman pada pengendara mobil. Aturan ini tertuang kedalam Peraturan Menteri Nomor 33/2018 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor.

Menggantikan peraturan sebelumnya yang diatur di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ada yang tahu sebelumnya?



Aturan ini tertuang pada BAB XIII tentang Ketentuan Lain-Lain. Memang, menurut ayat 6 pada pasal 79, bahwa tata cara recall lebih detailnya bakal diterbitkan pada Peraturan Menteri Perhubungan, secara lebih khusus lagi:

Bunyi Pasal 79 ayat 1-6 sebagai berikut:

(1) Terhadap Kendaraan Bermotor yang telah memiliki SUT atau Surat Keputusan Rancang Bangun yang ditemukan cacat produksi, mempengaruhi aspek keselamatan, dan bersifat massal, wajib dilakukan penarikan kembali untuk dilakukan perbaikan.

(2) Kendaraan Bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Cacat desain; atau

b. Kesalahan produksi.

(3) Terhadap kendaraan bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perusahaan pembuat, perakit, pengimpor wajib melaporkan kepada Menteri sebelum dilakukan penarikan kembali untuk dilakukan perbaikan.

(4) Perusahaan pembuat, perakit, pengimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib bertanggungjawab untuk melakukan perbaikan terhadap kendaraan bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal.

(5) Terhadap kendaraan bermotor yang telah dilakukan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan kembali kepada Menteri.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali kendaraan bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar