Kemenprin : Penerapan Euro 4 Di Indonesia Masih Diragukan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berpendapat penerapan standarisasi emisi Euro 4 untuk kendaraan di Indonesia, melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 masih jauh dari harapan. Yang mana, telah disepakati bahwa untuk kendaraan berbahan bakar bensin dimulai tahun depan, sedangkan diesel empat tahun, mendatang.

Standar tersebut otomatis mengharuskan kendaraan yang dijual di tanah air menggunakan bahan bakar berstandar Euro 4. "Mereka (KLHK) minta bisa, tetapi kalo mereka (Pertamina) tidak bisa bagaimana, tidak mungkin. Itu baru harapan, tergantung kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) yang nyediain energi," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan, Rabu (5/4).
Menurutnya, untuk penerapan standar tersebut di 18 bulan ke depan sesuai keputusan KLHK harus diimbangi dengan kesanggupan Pertamina, selaku operator penyedia bahan bakar di Indonesia. Walaupun, seingat Putu, kesiapan Pertamina akan bahan bakar Euro 4 baru bisa dijadwalkan secepatnya pada 2023.
Sementara, Wakil Presiden Jusuf Kalla berujar dan sempat mendesak Pertamina agar dapat menyediakan bahan bakar Euro 4 untuk 2019, meskipun belum dapat melakukan produksi di dalam negeri. "Tetapi diminta Wapres 2019. Jadi paling tidak 2019 sudah bisa menyuplai bagaimanapun caranya. Perintahnya seperti itu 2019 sudah bisa menyediakan," kata dia.
Bagi dia, Jika memang ingin terealisasi dalam waktu dekat, tahun depan ataukah sesuai yang ditargetkan oleh JK, bahkan sembari menunggu revitalisasi kilang Euro 4 milik Pertamina. Bahan bakar dapat diperoleh dengan cara impor, dan kemudian diperjualbelikan di Indonesia.
"Tapi Wapres bilang imporlah, jadi Pertamina nyari di mana dan dijual di sini. Kan tidak usah mikirin fasilitas produksi, yang penting bisa mnyediakan. Kalaupun tidak produksi yang impor," ujarnya.
Namun di sisi lain, tentunya pemerintah juga musti memberikan kepastian kepada Pertamina akan hal tersebut. Mengingat, dalam penerapannya tidak dapat dilakukan secara sekaligus, terlebih mayoritas kendaraan di Indonesia saat ini masih berstandarisasi Euro 2.
"Bertahap gitu jadi di kota besar dulu, dan disediakan berapa persen gitu. Tidak bisa 100 persen gitu, dari 10 persen dulu, 20 persen, bisa sepoerti itu. Dikit-dikit, tidak bisa semua langsung berubah," kata Putu.
Standar tersebut otomatis mengharuskan kendaraan yang dijual di tanah air menggunakan bahan bakar berstandar Euro 4. "Mereka (KLHK) minta bisa, tetapi kalo mereka (Pertamina) tidak bisa bagaimana, tidak mungkin. Itu baru harapan, tergantung kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) yang nyediain energi," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan, Rabu (5/4).
Menurutnya, untuk penerapan standar tersebut di 18 bulan ke depan sesuai keputusan KLHK harus diimbangi dengan kesanggupan Pertamina, selaku operator penyedia bahan bakar di Indonesia. Walaupun, seingat Putu, kesiapan Pertamina akan bahan bakar Euro 4 baru bisa dijadwalkan secepatnya pada 2023.
Sementara, Wakil Presiden Jusuf Kalla berujar dan sempat mendesak Pertamina agar dapat menyediakan bahan bakar Euro 4 untuk 2019, meskipun belum dapat melakukan produksi di dalam negeri. "Tetapi diminta Wapres 2019. Jadi paling tidak 2019 sudah bisa menyuplai bagaimanapun caranya. Perintahnya seperti itu 2019 sudah bisa menyediakan," kata dia.
Bagi dia, Jika memang ingin terealisasi dalam waktu dekat, tahun depan ataukah sesuai yang ditargetkan oleh JK, bahkan sembari menunggu revitalisasi kilang Euro 4 milik Pertamina. Bahan bakar dapat diperoleh dengan cara impor, dan kemudian diperjualbelikan di Indonesia.
"Tapi Wapres bilang imporlah, jadi Pertamina nyari di mana dan dijual di sini. Kan tidak usah mikirin fasilitas produksi, yang penting bisa mnyediakan. Kalaupun tidak produksi yang impor," ujarnya.
Namun di sisi lain, tentunya pemerintah juga musti memberikan kepastian kepada Pertamina akan hal tersebut. Mengingat, dalam penerapannya tidak dapat dilakukan secara sekaligus, terlebih mayoritas kendaraan di Indonesia saat ini masih berstandarisasi Euro 2.
"Bertahap gitu jadi di kota besar dulu, dan disediakan berapa persen gitu. Tidak bisa 100 persen gitu, dari 10 persen dulu, 20 persen, bisa sepoerti itu. Dikit-dikit, tidak bisa semua langsung berubah," kata Putu.
















0 komentar: